Rabu, 08 Oktober 2014

Pengertian Birokrasi

A.    PENGERTIAN BIROKRASI

Birokrasi berasal dari kata bureau yang bearti meja atau kantor, dan kata kratia yang berarti pemerintah. Kantor disini bukan menunjukan sebuah tempat melainkan pada sebuah system kerja yang berada dalam kantor tersebut.
Dalam kamus bahasa jerman arti kata birokrasi adalah kekuasaan dari berbagai departemen pemerintahan dalam menentukan kebijakan system administrasi sipil dalam kewarganegaraan. Dalam kamus besar bahasa Italia adalah kekuasaan pejabat dalam administrasi pemerintah.
      Blau dan Meyer bapak ahli sosiologi mendefinisikan birokrasi adalah satu system control dalam sebuah organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan rasional dan sistematis yang bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka menyelesaikan tugas administrasi
Birokrasi pemerintah merupakan system pemerintah yang dilaksanakan oleh petugas pemerintah karena telah berlandaskan hierarki dan jenjang jabatan. Birokrasi juga dapat diartikan sebagai susunan cara kerja yang sangat lambat, dan menurut pada tata aturan yang banyak likunya.

            Adapun fungsi dan peran birokrasi pemerintah yakni:
1.      Melaksanakan pelayanan public
2.      Pelaksana pembangunan yang professional
3.      Perencana, pelaksanaan, dan pengawas kebijakan (manajemen pemerintah)
4.      Alat pemerintah untuk melayani kepentingan (abdi) masyarakat dan negara yang netral dan bukan bukan merupakan bagian dari kekuatan atau mesin politik (netral)

Adapun tujuan birokrasi yakni:
1.      Sejalan dengan tujuan pemerintahan
2.      Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan Negara
3.      Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan professional
4.      Menjalankan manajemen pemerintahan, mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi dll.

Birokrasi Weberian selama ini diartikan sebagai fungsi suatu biro. Suatu biro biro merupakan jawaban yang rasional terhadap serangkaian tujuan yang telah di tetapkan. Birokrasi merupakan sarana untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut. Seorang pejabat birokrasi tidak seyogyanya menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai tersebut. Penetapan tujuan merupakan fungsi politik dan menjadi wewenang dari pejabat politik yang menjadi masternya. Model birokrasi weberian yang selama ini dipahami merupakan sebuah mesin yang disiapkan untuk menjalankan dan mewujudkan tujuan-tujuan tersebut.
Dengan demikian setiap pekerja atau pejabat dalam birokrasi pemerintah merupakan pemicu dan penggerak dari sebuah mesin yang tidak mempunyai kepentingan pribadi. Dalam kaitan ini maka setiap pejabat pemerintah tidak mempunyai tanggung jawab publik kecuali pada bidang tugas dan tanggung jawab sebagai mesin itu dijalankan sesuai dengan proses dan prosedur yang telah di tetapkan, maka akuntabilitas pejabat birokrasi pemerintah telah diwujudkan.
Pemikiran seperti ini menjadikan birokrasi pemerintah bertindak sebagai kekuatan yang netral dari pengaruh kepentingan klas atau kelompok tertentu. Negara bisa mewujudkan tujuan-tujuannya melalui mesin birokrasi yang dijalankan oleh pejabat-pejabat pemerintah. Aspek netralitas dari fungsi birokrasi pemerintah dalam pemikiran weber dikenal sebagai konsep konservatif dari para pemikir di zamannya. Weber hanya ingin lebih meletakkan birokrasi itu sebagai sebuah mesin dari pada dilihat sebagai suatu organisme yang mempunyai kontribusi terhadap kebulatan organik sebuah negara.
Ciri birokrasi modern yang digagas oleh Max Weber tentang rasionalisme birokrasi sulit untuk diwujudkan karena birokrasi telah berubah menjadi alat untuk legitimasi birokrat dan penguasa. Pada gilirannya birokrasi pemerintah diartikan sebagai officialdom atau kerajaan pejabat, yang rajanya adalah pejabat. Dalam perkembangan organisasi klasik, model Max Weber dengan teori birokrasinya telah mampu bertahan dan mendominasi sampai zaman kontemporer. Sampai saat ini, teori Max Weber masih sangat berpengaruh hampir disemua organisasi, terutama dalam organisasi birokrasi dan bisnis.
Pada organisasi birokrasi dan bisnis, birokrat selalu melekat dalam struktur organisasi yang merupakan ukuran pada setiap organisasi. Weber memberikan beberapa ciri birokrasi, yaitu:
1.      Hirarki otoritas
2.      Impersonal
3.      peraturan tertulis
4.      promosi berdasarkan prestasi
5.       pembagian kerja, dan
6.      efisiensi
Dalam masyarakat pra-modern dan modern telah terjadi hirarki komando yang semua orang harus mematuhi. Agar sistem ini untuk beroperasi harus ada seseorang yang bertanggung jawab atau dikenal sebagai otoritas. Menurut Weber otoritas adalah kekuasaan diterima sebagai sah oleh mereka yang mengalami hal itu.
a.       Otoritas Rasional Hukum
Otoritas Rasional-hukum adalah keyakinan dalam legalitas pola aturan standar dan hak mereka yang ditinggikan kepada otoritas di bawah aturan tersebut untuk mengeluarkan perintah. Otoritas dipegang oleh perintah impersonal ditetapkan secara hukum dan meluas ke orang hanya berdasarkan kantor mereka pegang. Kekuatan pejabat pemerintah ditentukan oleh kantor-kantor yang mereka diangkat atau dipilih karena kualifikasi masing-masing. Selama individu memegang kantor ini mereka memiliki sejumlah kekuasaan tetapi setelah mereka meninggalkan kantor rasional-hukum otoritas mereka hilang
Ada berbagai cara yang rasional-hukum otoritas bisa berkembang. Sistem hukum dan peraturan berkembang di banyak masyarakat dan ada prinsip-prinsip yang berbeda legalitas yang bisa terjadi. Dengan pengembangan sistem rasional-hukum ada kemungkinan untuk menjadi sistem politik yang menjadi dirasionalisasikan dengan cara yang sama. Terkait dengan sistem politik adalah konstitusi dokumen tertulis dan kantor mapan regularized mode representasi pemilu reguler dan prosedur politik. Ini dikembangkan di oposisi terhadap sistem sebelumnya seperti monarki atau bentuk tradisional lainnya di mana ada dikembangkan dengan baik seperangkat aturan.
b.      Otoritas Tradisional
Otoritas tradisional adalah otoritas di mana legitimasi sosok otoritas didasarkan sekitar kustom. Legitimasi dan kekuatan untuk kontrol diturunkan dari masa lalu dan kekuatan ini dapat dilaksanakan dengan cara yang cukup diktator. Ini adalah jenis otoritas di mana hak-hak tradisional individu yang kuat dan dominan atau kelompok yang diterima atau setidaknya tidak ditantang oleh individu bawahan. Ini bisa menjadi religius suci atau spiritual bentuk mapan dan perlahan-lahan mengubah budaya atau suku keluarga atau struktur clan jenis.
Individu yang dominan bisa menjadi imam pemimpin klan kepala keluarga atau beberapa tokoh lainnya patriarki atau elit dominan mungkin mengatur. Dalam banyak kasus otoritas tradisional didukung oleh mitos atau koneksi ke artefak suci sosial seperti salib atau bendera dan oleh struktur dan lembaga yang melestarikan otoritas ini. Secara historis otoritas tradisional telah menjadi bentuk yang paling umum di kalangan pemerintah. Contoh dari hal ini adalah raja dan ratu dalam sistem monarki Inggris yang harus milik keluarga tertentu untuk mendapatkan posisi mereka.
Otoritas tradisional sering didominasi pra-modern masyarakat. Hal ini didasarkan pada keyakinan dalam kesucian tradisi dari kemarin kekal. Karena pergeseran dalam motivasi manusia seringkali sulit bagi individu modern untuk memahami palka yang memiliki tradisi dalam masyarakat pra-modern.
Menurut Weber otoritas tradisional merupakan sarana yang ketimpangan diciptakan dan dipelihara. Jika tidak ada yang menantang otoritas pemimpin tradisional atau kelompok pemimpin akan tetap dominan. Juga baginya blok otoritas tradisional pengembangan rasional-hukum bentuk otoritas sudut pandang dia sangat parsial untuk.

c.       Otoritas Karismatik
Otoritas Karismatik adalah antitesis dari kegiatan rutin dan merupakan keinginan untuk gangguan dan perubahan tatanan sosial yang berlaku. Ini adalah bagian penting dari dialektika antara kebutuhan manusia untuk struktur dan kebutuhan sama-sama manusia untuk variasi dan inovasi dalam masyarakat. Otoritas karismatik berbeda dari otoritas rasional atau tradisional karena tidak berkembang dari perintah ditetapkan atau tradisi melainkan dari kepercayaan khusus pemimpin karismatik dalam menginduksi pengikutnya kekuatan aneh yang menunjukkan dan kualitas yang unik yang dimilikinya. Menurut Weber sulit bagi para pemimpin karismatik untuk mempertahankan otoritas mereka karena pengikut harus terus melegitimasi otoritas ini. Ada kebutuhan untuk pemimpin karismatik untuk terus menunjukkan kinerja kepemimpinan kepada para pengikutnya untuk memperkuat legitimasi kekuasaannya.

B.     MODEL - MODEL BIROKRASI


a.       Model Birokrasi Klasik
Tokoh: Taylor, Wilson, Weber,Gullick Urwick
Birokrasi adalah suatu usaha dalam mengorganisir berbagai pekerjaan agar terselenggara dengan teratur. Pekerjaan ini bukan hanya melibatkan banyak personil (birokrat), tetapi juga terdiri dari berbagai peraturan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Birokrasi diperlukan agar penyelenggaraan tugas pemerintahan tersebut terlaksana secara efisien, efektif dan ekonomis.
Dalam memahami lebih jelas pengertian birokrasi ini, maka dikemukakan ciri-ciri idealnya dari Max Weber (Frederickson, 1984) yang dikenal sebagai salah satu tokoh dalam aliran birokrasi klasik (atau aliran tradisional). Ciri-ciri ini antara lain; suatu birokrasi terdiri dari berbagai kegiatan, pelaksanaan kegiatannya didasarkan pada peraturan yang konsisten, jabatan dalam organisasi tersusun dalam bentuk hierarki, pelaksanaan tugas dengan impersonality, sistem rekruitmen birokrat berdasar pada sistem kecakapan (karier) dan menganut sistem spesialisasi, dan penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara terpusat (sentralisasi).
Meskipun birokrasi klasik ini banyak dikritik, namun sampai sekarang, tetap ada beberapa karakteristik dari model ini yang bertahan dalam birokrasi pemerintahan. Kelemahan-kelemahannya antara lain, seperti terlalu kakunya peraturan yang menyertai model ini, menyebabkan banyak ahli yang melakukan penelitian untuk penyempurnaannya.

b.      Model Neo Birokrasi
Tokoh : Simon, Cyert, March, Gore
Model pendekatan neo-birokrasi merupakan salah satu model dalam erabehavioral. Nilai yang dimaksimumkan adalah efisiensi, ekonomi, dan tingkat rasionalisme yang tinggi dari penyelenggaraan pemerintahan. Unit analisisnya lebih banyak tertuju pada fungsi “pengambilan keputusan” (decision making) dalam organisasi pemerintahan. Dalam proses pengambilan keputusan ini, pola pemikirannya bersifat “rasional”; yakni keputusan-keputusan yang dibuat sedapat mungkin rasional untuk dapat mencapai tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; model pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip manajemen modern; pendekatan dalam mengambil keputusan didasarkan pada analisis sistem; dan di dalam praktiknya banyak menggunakan penelitian operasi (operation research).
Kelebihan model ini, telah banyak dibuktikan melalui “unit analisisnya” yang lebih didasarkan pada teknik-teknik ilmu manajemen yang telah mapan sebagai kelengkapan pemecahan masalah dalam banyak organisasi besar, termasuk organisasi militer dan pemerintahan. Teknik manajemen ilmiah telah banyak digunakan dalam kegiatan penganggaran, penjadwalan proyek, manajemen persediaan, program perencanaan karyawan, serta pengembangan produk untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Dibalik kelebihannya, juga memiliki berbagai kelemahan, antara lain tidak semua persoalan dalam pemerintahan dapat dikuantitatifkan dalam menerapkan prinsip manajemen ilmiah seperti yang diharapkan dalam penerapan model ini.
c.       Model Kelembagaan
Tokoh : Lindbloom, J. Thompson, Mosher, Blau, Riggs
Model kelembagaan merupakan penjelmaan dari era behavioralisme. Ciri-cirinya, antara lain bersifat empiris. Di samping memperhatikan aspek internal, juga pada aspek ekstemal, seperti aspek budaya turut menjadi perhatian utama dalam kajian organisasi pemerintahan (sistem terbuka).
Para penganut model ini lebih tertarik mempelajari organisasi pemerintahan apa adanya (netral), dibanding mengajukan resep perbaikan (intervensi) yang harus dilakukan dalam peningkatan kinerja organisasi pemerintahan. Namun demikian, hasil karya dari tokoh penganut aliran sangat berjasa dalam pengembangan teori organisasi, karena hasil-hasil karya yang ada sebelumnya cenderung menganalisis organisasi dengan “sistem tertutup” tanpa memperhitungkan aspek eksternal organisasi, yang secara realita sangat menentukan terhadap kinerja organisasi pemerintahan.
d.      Model Hubungan Kemanusiaan
Tokoh : Mcgregor, Argyris
Model hubungan kemanusiaan mengkritik model-model birokrasi. pemerintahan yang ada sebelumnya, yakni model birokrasi klasik dan model neo-birokrasi yang terlalu memformalkan seluruh kegiatan dalam organisasi pemerintahan. Model hubungan kemanusiaan melihat secara empiris, bahwa ternyata aturan yang terlalu kaku, dapat menimbulkan kebosanan orang (birokrat) bekerja dalam organisasi.
Ciri-ciri model ini, antara lain melihat perlunya diperhatikan; hubungan antarpribadi, dinamika kelompok, komunikasi, sanksi yang tidak perlu merata, pelatihan, motivasi kerja dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, maka nilai yang dimaksimalkan adalah kepuasan kerja, perkembangan pribadi, harga diri individu dalam organisasi pemerintahan. Model ini tetap menganjurkan perlunya pengawasan, namun tidak perlu dilakukan secara ketat dan merata kepada semua anggota organisasi. Hanya mereka yang memerlukan pengawasan adalah yang perlu diberikan. Hal yang paling penting dilakukan adalah memperbaiki sistem organisasi agar tercipta suasana kerja yang memungkinkan anggota organisasi dapat berhubungan secara baik dengan rekan kerjanya agar tercipta suasana yang dapat meningkatkan inovasi aparatur pemerintahan.
e.       Model Hubungan Publik 
Tokoh : Ostrom, Buchanan, Olson, Oppenheimer
Model birokrasi pilihan publik merupakan pendekatan yang paling mutakhir dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pendekatan ini masih banyak bersifat teoretis dibanding bukti empiris di lapangan. Resep-resep yang ada dalam penyelenggaraan pemerintahan kebanyakan bersifat ideal, namun bukti penerapannya, masih tergolong langka. Hal ini antara lain disebabkan karena pendekatan ini memang relatif masih muda usianya.
Ciri-cirinya, antara lain; lebih bersifat anti birokratis, berdasar pada distribusi pelayanan, desentralisasi, dan tawar-menawar yang berorientasi kepada klien. Ada berbagai prasyarat yang seharusnya terpenuhi dalam penerapan model ini, antara lain: (1) sistem politik harus dapat menjamin partisipasi dalam mengemukakan pendapat secara objektif dan bertanggung jawab; (2) sistem administrasi pemerintahan yang selalu dinamis, mampu menyesuaikan diri dengan fungsi yang terus berubah; (3) birokrat harus mampu mengoreksi diri sendiri, dan; (4) perlu ada langkah kongkrit yang dapat dilakukan dalam mengefektifkan pemberdayaan masyarakat, antara lain adalah meningkatkan kesadaran kritis dalam hal politik pada berbagai lapisan masyarakat. Langkah ini terlaksana apabila terjadi komunikasi yang “dialogis” antara perumus kebijaksanaan dan masyarakat pengguna pelayanan.