A.
PENGERTIAN
BIROKRASI
Birokrasi berasal dari kata bureau
yang bearti meja atau kantor, dan kata kratia yang berarti pemerintah. Kantor
disini bukan menunjukan sebuah tempat melainkan pada sebuah system kerja yang
berada dalam kantor tersebut.
Dalam kamus bahasa jerman arti kata
birokrasi adalah kekuasaan dari berbagai departemen pemerintahan dalam
menentukan kebijakan system administrasi sipil dalam kewarganegaraan. Dalam
kamus besar bahasa Italia adalah kekuasaan pejabat dalam administrasi
pemerintah.
Blau
dan Meyer bapak ahli sosiologi mendefinisikan birokrasi adalah satu system
control dalam sebuah organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan
rasional dan sistematis yang bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan
aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka menyelesaikan tugas
administrasi
Birokrasi pemerintah merupakan
system pemerintah yang dilaksanakan oleh petugas pemerintah karena telah
berlandaskan hierarki dan jenjang jabatan. Birokrasi juga dapat diartikan
sebagai susunan cara kerja yang sangat lambat, dan menurut pada tata aturan
yang banyak likunya.
Adapun
fungsi dan peran birokrasi pemerintah yakni:
1.
Melaksanakan pelayanan public
2.
Pelaksana pembangunan yang professional
3.
Perencana, pelaksanaan, dan pengawas
kebijakan (manajemen pemerintah)
4.
Alat pemerintah untuk melayani
kepentingan (abdi) masyarakat dan negara yang netral dan bukan bukan merupakan
bagian dari kekuatan atau mesin politik (netral)
Adapun
tujuan birokrasi yakni:
1.
Sejalan dengan tujuan pemerintahan
2.
Melaksanakan kegiatan dan program
demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan Negara
3.
Melayani masyarakat dan melaksanakan
pembangunan dengan netral dan professional
4.
Menjalankan manajemen pemerintahan,
mulai dari perencanaan, pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi dll.
Birokrasi Weberian selama ini
diartikan sebagai fungsi suatu biro. Suatu biro biro merupakan jawaban yang
rasional terhadap serangkaian tujuan yang telah di tetapkan. Birokrasi
merupakan sarana untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut. Seorang pejabat
birokrasi tidak seyogyanya menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
tersebut. Penetapan tujuan merupakan fungsi politik dan menjadi wewenang dari
pejabat politik yang menjadi masternya. Model birokrasi weberian yang selama
ini dipahami merupakan sebuah mesin yang disiapkan untuk menjalankan dan
mewujudkan tujuan-tujuan tersebut.
Dengan demikian setiap pekerja atau
pejabat dalam birokrasi pemerintah merupakan pemicu dan penggerak dari sebuah
mesin yang tidak mempunyai kepentingan pribadi. Dalam kaitan ini maka setiap
pejabat pemerintah tidak mempunyai tanggung jawab publik kecuali pada bidang
tugas dan tanggung jawab sebagai mesin itu dijalankan sesuai dengan proses dan
prosedur yang telah di tetapkan, maka akuntabilitas pejabat birokrasi
pemerintah telah diwujudkan.
Pemikiran seperti ini menjadikan
birokrasi pemerintah bertindak sebagai kekuatan yang netral dari pengaruh
kepentingan klas atau kelompok tertentu. Negara bisa mewujudkan
tujuan-tujuannya melalui mesin birokrasi yang dijalankan oleh pejabat-pejabat
pemerintah. Aspek netralitas dari fungsi birokrasi pemerintah dalam pemikiran
weber dikenal sebagai konsep konservatif dari para pemikir di zamannya. Weber
hanya ingin lebih meletakkan birokrasi itu sebagai sebuah mesin dari pada
dilihat sebagai suatu organisme yang mempunyai kontribusi terhadap kebulatan
organik sebuah negara.
Ciri birokrasi modern yang digagas
oleh Max Weber tentang rasionalisme birokrasi sulit untuk diwujudkan karena
birokrasi telah berubah menjadi alat untuk legitimasi birokrat dan penguasa.
Pada gilirannya birokrasi pemerintah diartikan sebagai officialdom atau
kerajaan pejabat, yang rajanya adalah pejabat. Dalam perkembangan organisasi
klasik, model Max Weber dengan teori birokrasinya telah mampu bertahan dan
mendominasi sampai zaman kontemporer. Sampai saat ini, teori Max Weber masih
sangat berpengaruh hampir disemua organisasi, terutama dalam organisasi
birokrasi dan bisnis.
Pada organisasi birokrasi dan
bisnis, birokrat selalu melekat dalam struktur organisasi yang merupakan ukuran
pada setiap organisasi. Weber memberikan beberapa ciri birokrasi, yaitu:
1.
Hirarki otoritas
2.
Impersonal
3.
peraturan tertulis
4.
promosi berdasarkan prestasi
5.
pembagian kerja, dan
6.
efisiensi
Dalam masyarakat
pra-modern dan modern telah terjadi hirarki komando yang semua orang harus
mematuhi. Agar sistem ini untuk beroperasi harus ada seseorang yang bertanggung
jawab atau dikenal sebagai otoritas. Menurut Weber otoritas adalah kekuasaan
diterima sebagai sah oleh mereka yang mengalami hal itu.
a. Otoritas
Rasional Hukum
Otoritas
Rasional-hukum adalah keyakinan dalam legalitas pola aturan standar dan hak
mereka yang ditinggikan kepada otoritas di bawah aturan tersebut untuk
mengeluarkan perintah. Otoritas dipegang oleh perintah impersonal ditetapkan
secara hukum dan meluas ke orang hanya berdasarkan kantor mereka pegang.
Kekuatan pejabat pemerintah ditentukan oleh kantor-kantor yang mereka diangkat
atau dipilih karena kualifikasi masing-masing. Selama individu memegang kantor
ini mereka memiliki sejumlah kekuasaan tetapi setelah mereka meninggalkan
kantor rasional-hukum otoritas mereka hilang
Ada
berbagai cara yang rasional-hukum otoritas bisa berkembang. Sistem hukum dan
peraturan berkembang di banyak masyarakat dan ada prinsip-prinsip yang berbeda
legalitas yang bisa terjadi. Dengan pengembangan sistem rasional-hukum ada
kemungkinan untuk menjadi sistem politik yang menjadi dirasionalisasikan dengan
cara yang sama. Terkait dengan sistem politik adalah konstitusi dokumen
tertulis dan kantor mapan regularized mode representasi pemilu reguler dan
prosedur politik. Ini dikembangkan di oposisi terhadap sistem sebelumnya
seperti monarki atau bentuk tradisional lainnya di mana ada dikembangkan dengan
baik seperangkat aturan.
b.
Otoritas
Tradisional
Otoritas
tradisional adalah otoritas di mana legitimasi sosok otoritas didasarkan
sekitar kustom. Legitimasi dan kekuatan untuk kontrol diturunkan dari masa lalu
dan kekuatan ini dapat dilaksanakan dengan cara yang cukup diktator. Ini adalah
jenis otoritas di mana hak-hak tradisional individu yang kuat dan dominan atau
kelompok yang diterima atau setidaknya tidak ditantang oleh individu bawahan.
Ini bisa menjadi religius suci atau spiritual bentuk mapan dan perlahan-lahan
mengubah budaya atau suku keluarga atau struktur clan jenis.
Individu
yang dominan bisa menjadi imam pemimpin klan kepala keluarga atau beberapa
tokoh lainnya patriarki atau elit dominan mungkin mengatur. Dalam banyak kasus
otoritas tradisional didukung oleh mitos atau koneksi ke artefak suci sosial
seperti salib atau bendera dan oleh struktur dan lembaga yang melestarikan
otoritas ini. Secara historis otoritas tradisional telah menjadi bentuk yang
paling umum di kalangan pemerintah. Contoh dari hal ini adalah raja dan ratu
dalam sistem monarki Inggris yang harus milik keluarga tertentu untuk
mendapatkan posisi mereka.
Otoritas
tradisional sering didominasi pra-modern masyarakat. Hal ini didasarkan pada
keyakinan dalam kesucian tradisi dari kemarin kekal. Karena pergeseran dalam
motivasi manusia seringkali sulit bagi individu modern untuk memahami palka
yang memiliki tradisi dalam masyarakat pra-modern.
Menurut Weber otoritas
tradisional merupakan sarana yang ketimpangan diciptakan dan dipelihara. Jika
tidak ada yang menantang otoritas pemimpin tradisional atau kelompok pemimpin
akan tetap dominan. Juga baginya blok otoritas tradisional pengembangan
rasional-hukum bentuk otoritas sudut pandang dia sangat parsial untuk.
c.
Otoritas Karismatik
Otoritas
Karismatik adalah antitesis dari kegiatan rutin dan merupakan keinginan untuk
gangguan dan perubahan tatanan sosial yang berlaku. Ini adalah bagian penting
dari dialektika antara kebutuhan manusia untuk struktur dan kebutuhan sama-sama
manusia untuk variasi dan inovasi dalam masyarakat. Otoritas karismatik berbeda
dari otoritas rasional atau tradisional karena tidak berkembang dari perintah
ditetapkan atau tradisi melainkan dari kepercayaan khusus pemimpin karismatik
dalam menginduksi pengikutnya kekuatan aneh yang menunjukkan dan kualitas yang
unik yang dimilikinya. Menurut Weber sulit bagi para pemimpin karismatik untuk
mempertahankan otoritas mereka karena pengikut harus terus melegitimasi
otoritas ini. Ada kebutuhan untuk pemimpin karismatik untuk terus menunjukkan
kinerja kepemimpinan kepada para pengikutnya untuk memperkuat legitimasi
kekuasaannya.
B.
MODEL - MODEL BIROKRASI
a. Model
Birokrasi Klasik
Tokoh: Taylor, Wilson,
Weber,Gullick Urwick
Birokrasi
adalah suatu usaha dalam mengorganisir berbagai pekerjaan agar terselenggara
dengan teratur. Pekerjaan ini bukan hanya melibatkan banyak personil
(birokrat), tetapi juga terdiri dari berbagai peraturan dalam penyelenggaraan
tugas pemerintahan. Birokrasi diperlukan agar penyelenggaraan tugas
pemerintahan tersebut terlaksana secara efisien, efektif dan ekonomis.
Dalam
memahami lebih jelas pengertian birokrasi ini, maka dikemukakan ciri-ciri
idealnya dari Max Weber (Frederickson, 1984) yang dikenal sebagai salah satu
tokoh dalam aliran birokrasi klasik (atau aliran tradisional). Ciri-ciri ini
antara lain; suatu birokrasi terdiri dari berbagai kegiatan, pelaksanaan
kegiatannya didasarkan pada peraturan yang konsisten, jabatan dalam organisasi
tersusun dalam bentuk hierarki, pelaksanaan tugas dengan impersonality, sistem
rekruitmen birokrat berdasar pada sistem kecakapan (karier) dan menganut sistem
spesialisasi, dan penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara terpusat
(sentralisasi).
Meskipun
birokrasi klasik ini banyak dikritik, namun sampai sekarang, tetap ada beberapa
karakteristik dari model ini yang bertahan dalam birokrasi pemerintahan.
Kelemahan-kelemahannya antara lain, seperti terlalu kakunya peraturan yang
menyertai model ini, menyebabkan banyak ahli yang melakukan penelitian untuk
penyempurnaannya.
b. Model
Neo Birokrasi
Tokoh : Simon, Cyert,
March, Gore
Model
pendekatan neo-birokrasi merupakan salah satu model dalam erabehavioral. Nilai
yang dimaksimumkan adalah efisiensi, ekonomi, dan tingkat rasionalisme yang
tinggi dari penyelenggaraan pemerintahan. Unit analisisnya lebih banyak tertuju
pada fungsi “pengambilan keputusan” (decision making) dalam organisasi
pemerintahan. Dalam proses pengambilan keputusan ini, pola pemikirannya
bersifat “rasional”; yakni keputusan-keputusan yang dibuat sedapat mungkin
rasional untuk dapat mencapai tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
model pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip manajemen modern;
pendekatan dalam mengambil keputusan didasarkan pada analisis sistem; dan di
dalam praktiknya banyak menggunakan penelitian operasi (operation research).
Kelebihan
model ini, telah banyak dibuktikan melalui “unit analisisnya” yang lebih
didasarkan pada teknik-teknik ilmu manajemen yang telah mapan sebagai
kelengkapan pemecahan masalah dalam banyak organisasi besar, termasuk
organisasi militer dan pemerintahan. Teknik manajemen ilmiah telah banyak
digunakan dalam kegiatan penganggaran, penjadwalan proyek, manajemen
persediaan, program perencanaan karyawan, serta pengembangan produk untuk
mencapai produktivitas yang tinggi. Dibalik kelebihannya, juga memiliki berbagai
kelemahan, antara lain tidak semua persoalan dalam pemerintahan dapat
dikuantitatifkan dalam menerapkan prinsip manajemen ilmiah seperti yang
diharapkan dalam penerapan model ini.
c. Model
Kelembagaan
Tokoh : Lindbloom, J. Thompson,
Mosher, Blau, Riggs
Model
kelembagaan merupakan penjelmaan dari era behavioralisme. Ciri-cirinya, antara
lain bersifat empiris. Di samping memperhatikan aspek internal, juga pada aspek
ekstemal, seperti aspek budaya turut menjadi perhatian utama dalam kajian
organisasi pemerintahan (sistem terbuka).
Para
penganut model ini lebih tertarik mempelajari organisasi pemerintahan apa
adanya (netral), dibanding mengajukan resep perbaikan (intervensi) yang harus
dilakukan dalam peningkatan kinerja organisasi pemerintahan. Namun demikian, hasil
karya dari tokoh penganut aliran sangat berjasa dalam pengembangan teori
organisasi, karena hasil-hasil karya yang ada sebelumnya cenderung menganalisis
organisasi dengan “sistem tertutup” tanpa memperhitungkan aspek eksternal
organisasi, yang secara realita sangat menentukan terhadap kinerja organisasi
pemerintahan.
d. Model
Hubungan Kemanusiaan
Tokoh : Mcgregor, Argyris
Model
hubungan kemanusiaan mengkritik model-model birokrasi. pemerintahan yang ada
sebelumnya, yakni model birokrasi klasik dan model neo-birokrasi yang terlalu
memformalkan seluruh kegiatan dalam organisasi pemerintahan. Model hubungan
kemanusiaan melihat secara empiris, bahwa ternyata aturan yang terlalu kaku,
dapat menimbulkan kebosanan orang (birokrat) bekerja dalam organisasi.
Ciri-ciri
model ini, antara lain melihat perlunya diperhatikan; hubungan antarpribadi,
dinamika kelompok, komunikasi, sanksi yang tidak perlu merata, pelatihan,
motivasi kerja dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Sejalan dengan
ciri-ciri tersebut, maka nilai yang dimaksimalkan adalah kepuasan kerja,
perkembangan pribadi, harga diri individu dalam organisasi pemerintahan. Model
ini tetap menganjurkan perlunya pengawasan, namun tidak perlu dilakukan secara
ketat dan merata kepada semua anggota organisasi. Hanya mereka yang memerlukan
pengawasan adalah yang perlu diberikan. Hal yang paling penting dilakukan
adalah memperbaiki sistem organisasi agar tercipta suasana kerja yang
memungkinkan anggota organisasi dapat berhubungan secara baik dengan rekan
kerjanya agar tercipta suasana yang dapat meningkatkan inovasi aparatur
pemerintahan.
e.
Model Hubungan Publik
Tokoh : Ostrom, Buchanan, Olson, Oppenheimer
Model
birokrasi pilihan publik merupakan pendekatan yang paling mutakhir dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Pendekatan ini masih banyak bersifat teoretis
dibanding bukti empiris di lapangan. Resep-resep yang ada dalam penyelenggaraan
pemerintahan kebanyakan bersifat ideal, namun bukti penerapannya, masih
tergolong langka. Hal ini antara lain disebabkan karena pendekatan ini memang
relatif masih muda usianya.
Ciri-cirinya,
antara lain; lebih bersifat anti birokratis, berdasar pada distribusi
pelayanan, desentralisasi, dan tawar-menawar yang berorientasi kepada klien.
Ada berbagai prasyarat yang seharusnya terpenuhi dalam penerapan model ini,
antara lain: (1) sistem politik harus dapat menjamin partisipasi dalam
mengemukakan pendapat secara objektif dan bertanggung jawab; (2) sistem
administrasi pemerintahan yang selalu dinamis, mampu menyesuaikan diri dengan
fungsi yang terus berubah; (3) birokrat harus mampu mengoreksi diri sendiri,
dan; (4) perlu ada langkah kongkrit yang dapat dilakukan dalam mengefektifkan
pemberdayaan masyarakat, antara lain adalah meningkatkan kesadaran kritis dalam
hal politik pada berbagai lapisan masyarakat. Langkah ini terlaksana apabila
terjadi komunikasi yang “dialogis” antara perumus kebijaksanaan dan masyarakat
pengguna pelayanan.